Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bercerita: Abu Bakar berkata kepada Umar sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Bawalah kami te kediaman Ummu Aiman, kita akan mengunjunginya sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu juga mengunjunginya. Sesampainya di sana, ternyata Ummu Aiman sedang menangis. Abu Bakar dan Umar bertanya: Apa yang membuatmu menangis? Segala yang ada di sisi Allah tentu lebih baik bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia menjawab: Aku menangis bukan karena aku tidak tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi aku menangis karena wahyu dari langit telah terhenti. Ternyata ucapannya itu menggugah hati mereka berdua dan akhirnya merekapun larut dalam isak tangis bersamanya. (HR. Muslim, no. 2454)
Berkenaan dengan ini Syaikh Husain bin Audah al-’Awaisyah hafizhahullâh berkata:
يَا أُمَّ أَيْمَـنَ قَـدْ بَكَيْـتِ وَ إِنَّـنَا نَلْـهُوْ وَ نَمْجُنُ دُوْنَ مَعْرِفَةِ الأَدَبِ
لَمْ تُبْصِرِيْ وَضْعَ الْحَدِيْثِ وَلاَ الْكَذِبِ لَمْ تُبْصِرِيْ بَعْضَ المَعَازِفِ وَ الطَّرَبِ
لَمْ تَشْهَدِيْ شُرْبَ الْخُـمُوْرِ أَوِالزِّنـَا لَمْ تَلْحَظِيْ مَا قَدْ أَتَانَا مِنْ عَطَـبِ
لَمْ تَلْحَظِيْ بِـدَعَ الضَّلاَلَةِ وَ الهَـوَى لَوْلاَ مَـمَاتُكِ قَدْ رَأَيْتِ بِنَا العَجَبِ
لَمْ تَعْلَمِيْ فِعْـلَ الْعَـدُوِّ وَصُـحْبَهُمْ هَا نَحْنُ نَجْثُوْ لِلْيَهُوْدِ عَلَى الرُّكَبِ
وَا حَـرَّ قَلْبِيْ مِنْ تَمـَزُّقِ جَـمْـعِنَا أَضْحَتْ أُمُوْرُكِ أُمَّتِيْ مِثْلَ اللُّعَـبِ
تَاللَّـهِ مَا عَـرَفَ البُـكَاءُ صِـرَاطَنَا وَ مَعَ التَّبَـاكِيْ لاَ وَشَائِجُ أَوْ نَسَبِ
Wahai Ummu Aiman! engkau menangis, sementara kita
Terus berbuat sia-sia tanpa rasa malu dan kenal etika
Engkau belum pernah melihat hadits palsu atau dusta
Juga belum menyaksikan alat-alat musik dan dansa
Belum pula engkau melihat minuman arak atau zina
Serta aneka ragam musibah yang terus menimpa kita
Engkau belum melihat bid’ah-bid’ah sesat dan hawa
Andai belum mati, pasti kau lihat hal aneh pada kita
Engkau belum mengetahui ulah musuh dan sekutunya
Beginilah! kami bertekuk lutut tuk Yahudi dengan hina
Alangkah panasnya hatiku ini sebab perpecahan kita
Segala urusan umatmu ini menjadi seperti mainan boneka
Demi Allah, sekarang (berbeda), kita tidak bisa menangis lagi
Meski sekedar berpura-pura menangisi saudara senasab (yang mati)
[Mushibah Maut an-Nabi wa Atsaruha ‘ala hadzihi al-Ummah, karya Syaikh Husain bin ‘Audah al-‘Awaisyah, hlm. 21-22]