Saya yakin anda setuju bahwa setiap orang ingin hidup bahagia, terlepas dari cara yang ditempuh oleh masing-masing dalam mewujudkannya. Baik muslim maupun non muslim, orang baik dan yang tidak baik, mereka semua pasti mengharapkan hidup bahagia.
Saya yakin juga anda setuju bahwa kebanyakan manusia menyimpang dari jalan yang lurus dalam menggapai kebahagiaan. Yang mana di antara sebabnya karena mereka terbuai oleh kebahagiaan semu yang menipu.
Sebagian mereka melihat bahwa kebahagiaan itu ada pada harta, yang lainnya beranggapan ada pada tahta, sebagiannya lagi memandang ada pada prestasi dan popularitas. Sehingga setiap mereka berusaha mewujudkan apa yang mereka impian menjadi sumber kebahagiaan. Siapa yang paling giat, itulah yang paling tersesat dan paling jauh dari tuntunan Agama.
Lantas, dimanakah sebenarnya kebahagiaan hakiki itu berada, dan apa saja kiat-kiat untuk menggapainya? Jawabnya, ada pada agama Islam. Adapun kiat-kiatnya, bisa dibaca pada poin-poin singkat di bawah ini. Selamat menyimak.
KIAT-KIAT MENGGAPAI KEBAHAGIAAN HAKIKI
Dalam menggapai kebahagiaan harus meniti jalan yang telah digariskan, tidak bisa tidak. Seorang
yang mengharapkan kebahagiaan namun enggan meniti jalannya, maka tiada mungkin ia dapat menggapainya. Seorang penyair berkata:
تَرْجُوْ النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسَالِكَهَا إِنَّ السَّفِيْنَةَ لاَ تَجْرِي عَلَى الْيَبَسِ
Engkau berharap keselamatan namun enggan meniti jalannya
(Ketahuilah) perahu itu tidak pernah bisa berlayar di daratan
Berikut beberapa sebab datangnya kebahagiaan hakiki yang dapat mengantarkan kepada kebahagiaan kekal abadi di dalam surga Allah ta’ala.
[1]. Beriman kepada Allah dan beramal shalih.
Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata (al-Wasa’il al-Mufidah li Hayat as-Sa’idah): “Sebab teragung dan mendasar untuk menggapai kebahagiaan adalah beriman dan beramal shalih.” Kemudian beliau membawakan firman Allah ar-Robb ta’ala berikut:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً.
Barangsiapa yang beramal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik. (QS. an-Nahl: 97)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwabeliau menafsirkan kehidupan yang baik dengan kebahagiaan. Mujahid dan Qotadah berkata: “Tiada kehidupan yang baik bagi seseorang kecuali kehidupan di surga.” (Tafsir Ibn Katsir)
[2]. Beriman kepada takdir Allah, yang baik dan yang buruk.
Ketahuilah, apa yang akan menimpamu maka tidak akan luput darimu, dan apa yang luput darimu tidak akan mungkin menimpamu. Orang yang seperti ini berarti ia beriman kepada takdir Allah. Dan beriman kepada takdir Allah merupakan rukun iman yang dapat membawa kepada kebahagiaan.
Allah al-Ilah berfirman seraya menjelaskan buah keimanan kepada takdir-Nya:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْبَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِيْ كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيْرٌ. لِكَيْلاَ تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلاَ تَفْرَحُوْا بِمَا آَتَاكُمْ.
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. (QS. al-Hadid: 22-23)
Di dalam sebuah buku yang diberi muqaddimah oleh Syaikh Bin Baz (al-Iman bil Qodho wal Qodar) disebutkan buah keimanan kepada takdir sebanyak 25 buah, di antaranya: Syukur, Ridho dan al-Faroh (kebahagiaan).
[3]. Menuntut ilmu syar’i.
Cukup satu hadits berikut untuk menjelaskan hal ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللَّهِ: يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ.
Dan tidaklah suatu kaum berkumpul di sebuah rumah Allah, mereka membaca al-Qur`an dan mempelajarinya, melainkan ketenangan akan turun kepadanya, rahmat Allah akan meliputinya, malaikat mengitarinya, dan Allah memujinya di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya. (HR. Muslim)
Dengan ilmu, seorang tahu hikmah di balik musibah, tahu bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah dengan adil, tahu bahwa kebahagiaan yang hakiki adalah dengan kembali ke agama, dan tahu bahwa kebahagiaan hakiki adalah di akhirat kelak, sehingga tidaklah ia menjadikan dunia ini melainkan sebagai sarana untuk menuju akhiratnya.
[4]. Memperbanyak berdzikir kepada Allah dan membaca al-Qur`an
Firman-Nya:
أَلاَ بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ.
Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah-lah hati menjadi tentram. (QS. ar-Ra’du: 28)
Ulama berkata: “Seutama-utama dzikir adalah tilawah kitabullah ‘azza wa jalla.”
Muslim yang istiqomah berdzikir kepada Allah akan bahagia dan tentram hatinya. Sebaliknya, orang yang enggan mengingat-Nya akan sempit kehidupanya. Allah ar-Rohim ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى.
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Toha: 124)
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan beberapa faedah dari berdzikir kepada Allah, di antaranya dapat mengusir kesedihan dan gundah gulana dari hati serta mendatangkan kesenangan, kebahagiaan, dan kelapangan dada. (Tazkiyatun Nufus, Ahmad Farid, hal. 45)
[5]. Mohon agar diberi kelapangan dada.
Di antara sifat orang-orang yang mengharapkan kebahagiaan ialah selalu memohon kelapangan dada kepada Allah, sebagaimana yang telah dicontohkan nabi Musa ‘alaihissalam. Firman-Nya:
قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ.
Berkata Musa: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku. (QS. Toha: 25)
Dan Nabi kita telah Allah berikan kenikmatan dengan kelapangan dada. Firman-Nya:
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ.
Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? (QS. Alam Nasyroh: 1)
Kelapangan tersebut akan digapai dengan mengilmui Islam dan mengamalkannya. Allah al-Aziz azza wa jalla berfirman:
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلاَمِ.
Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (QS. al-An’am: 125)
Bagi seorang belum merasakan kelapangan dada dengan Islam, hendaklah ia banyak-banyak introspeksi dan evaluasi diri.
[6]. Berbuat baik kepada sesama.
Ini merupakan perkara yang dicintai. Orang yang melakukannya begitu dicintai di tengah manusia. Dengan demikian, tentu saja ia bahagia di tengah-tengah kaumnya. Sebagai ganjaran dari Rabb-nya, ia senantiasa mendapatkan kebersamaan dengan-Nya. Allah al-Hakim berfirman:
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا وَالَّذِيْنَ هُمْ مُحْسِنُوْنَ.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. an-Nahl: 128)
[7]. Tidak panjang angan-angan.
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullahu menuturkan: “Kehidupan dunia ini pendek, maka jangan engkau perpendek lagi dengan kesedihan dan keburukan.”
Karena manusia di dunia adalah sementara, panjang angan-angan yang tidak pernah tercapai akan membuat sesak dan sempit hatinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ.
Jadilah engkau di dunia ini seolah-olah engkau orang asing atau musafir yang lewat. (HR. Bukhari)
Syaikh al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan hadits di atas, “Maksudnya adalah zuhud di dunia dan tidak bersandar kepadanya, sebab sepanjang apa umurmu pasti engkau akan berpisah dengan dunia.” (Syarh al-Arba’in an-Nawawiyyah)
[8]. Yakin bahwa kebahagiaan hakiki ada di akhirat
Perhatikanlah dua firman Allah al-Matin subhanahu wa ta’ala berikut:
Pertama:
وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ اْلآَخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ.
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (QS. al-‘Ankabut: 64)
Kedua:
وَأَمَّا الَّذِيْنَ سُعِدُوْا فَفِيْ الْجَنَّةِ خَالِدِيْنَ فِيْهَا مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ وَاْلأَرْضُ إِلاَّ مَا شَاءَ رَبُّكَ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوْذٍ.
Adapun orang-orang yang berbahagia, tempat mereka adala di surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhan-mu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya. (QS. Hud: 108)
Kedua ayat di atas, demikian pula ayat-ayat yang lainnya, menjelakan bahwa kehidupan yang hakiki bagi seorang muslim adalah di akhirat kelak. Adapun dunia adalah tempat persinggahan sementara. Jika demikian, jadikanlah dunia ini sebagai sarana untuk mendapatkan kampung akhirat yang kekal abadi. Wallahu ta’ala a’lam.