Telah kita ketahui bersama bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab petunjuk beliau merupakan wahyu dari Allah ta’ala dan termasuk sumber hukum Islam yang menjadi pelita penerang bagi manusia yang mengikutinya.
Sumber hukum Islam terdapat pada dua hal, al-Qur`an dan as-Sunnah. Sunnah inilah yang merupakan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kedua-duanya wajib dijadikan pegangan dalam mengarungi bahtera kehidupan di dunia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنِّيْ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلُّوْا أَبَدًا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ.
Sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian sesuatu yang bila kalian berpegang teguh dengannya niscaya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya; yaitu kitabullah dan sunnah nabi-Nya. (Hadits shohih. Shohih at-Targhib wa at-Tarhib, no. 40)
Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dijadikan sebagai pegangan hidup para sahabat dahulu. Mereka selalu berjalan di atas Sunnah, taat dan patuh dengan perintah yang ada di dalamnya. Mereka begitu mengagungkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjaga dan membelanya hingga rela mempertaruhkan jiwa dan raga. Bila melihat seseorang yang menyelishi Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baik sengaja atau tidak, mereka langsung bersikap tegas kepadanya. Dengan demikian mereka menjaga kemurnian Sunnah dari tangan kotor dan makar orang-orang jahat.
Demikianlah seterusnya perjalanan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in, serta generasi-generasi setelahnya begitu perhatian dengannya dan sangat mencintainya dengan kecintaan yang sebenarnya.
Hingga akhirnya, ketika dating suatu masa yang jauh dari ilmu, tatkala keimanan semakin melemah, keburukan dan kemunafikan semakin menguat, banyak manusia yang lancang dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menafsirkan Sunnah sesuai dengan hawa nafsunya. Bahkan mereka berani mengejek, merendahkan, menghina, dan menjadikannya sebagai bahan olok-olokkan.
Dari sekian bentuk penghinaan dan olok-olok mereka adalah menolak as-Sunnah dengan akal pikiran dan logika, hawa nafsu dan kecenderungan hati. Mereka mengejek orang yang memanjangkan jenggot, mengangkat kain sarung dan celana hingga di atas mata kaki, bersiwak, sholat menghadap sutroh, dll. padahal semua itu adalah Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah diterangkan pada banyak hadits-haditsnya. Namun lantaran ketidaktahuan dan hawa nafsu, mereka lancang mengolok-olok dan mengejeknya sesuka hati.
Adapun bagi kita kaum muslimin, wajib bagi kita berpegang teguh dan mengagungkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Haram hukumnya menjadikan Sunnah tersebut sebagai bahan ejekan, karena hal tersebut dapat mengakibatkan kekufuran. Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Barang siapa yang mencela Allah ta’ala maka ia telah kafir, baik bercanda atau serius. Demikian halnya dengan orang yang menjadikan Allah ta’ala, ayat-ayat, rasul-rasul atau kitab-kitab-Nya sebagai bahan olok-olokan.” (al-Mughni 12/298)
DEFINISI SUNNAH
Sunnah di sini bukanlah sinonim dari kata mustahab atau sesuatu yang dianjurkan. Namun Sunnah di sini berarti metode hidup dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga kata Sunnah mencakup hal-hal yang hukumnya wajib dan mustahab, sebagaimana juga mencakup permasalahan akidah, ibadah, mu’amalah maupun akhlak.
Para ulama salaf berkata: “Sunnah berarti mengamalkan al-Qur`an, hadits, serta mengikuti salafush sholih dan jejak mereka.”
Ibnu Rojab rahimahullah berkata: “Sunnah adalah jalan yang dititi, yang mencakup keyakinan, perbuatan dan perkataan, yang menjadi pegangan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Khulafaur Rasyidin. Itulah sunnah yang sempurna. Tidaklah generasi salaf dahulu memaksudkan kata Sunnah melainkan mencakup tiga di atas.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam hal. 28)
KEWAJIBAN MENGAGUNGKAN SUNNAH NABI
Ketahuilah, wajib bagi seorang muslim untuk mengagungkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu banyak ayat-ayat al-Qur`an yang menerangkan kewajiban tersebut, di antaranya adalah firman Allah ta’ala:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُوْلُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاًلاً مُبِيْنًا.
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. al-Ahzab: 33)
Allah azza wa jalla berfirman:
أَطِيْعُوْا اللَّهَ وَأَطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ.
Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul. (QS. an-Nur: 54)
Moto para sahabat dahulu di hadapan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sami’na wa atho’na, kami dengar dan kami taat. Tidak pernah kita temui seorang dari mereka yang menolak Sunnah dengan akal, apalagi sampai mencela dan menghinanya, hal seperti ini tidak pernah dijumpai di kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
LARANGAN MENENTANG SUNNAH NABI
Sekali lagi, wajib bagi kaum muslimin seluruhnya untuk mengagungkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan melaksanakan perintah-perintah beliau dan meninggalkan larangan-larangan beliau. Diharamkan bagi kita untuk menyelisihi sunnah Nabi mulia Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab Allah mengancam orang-orang yang menyelisihi Sunnah dengan adzab yang keras. Allah ta’ala berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ.
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. (QS. an-Nur: 63)
Lancang dan kurang ajar terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat menghapuskan amalan seseorang. Allah azza wa jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُوْا لاَ تَرْفَعُوْا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلاَ تَجْهَرُوْا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لاَ تَشْعُرُوْنَ.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. (QS. al-Hujurat: 2)
Rasulullah pun shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa kewajiban seorang mukmin adalah mengikuti Sunnah beliau dan berpegang teguh dengannya. Beliau bersabda:
“Aku wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, serta taat dan mendengarkan (pemimpin) meskipun ia seorang budak etyopia. Barang siapa dari kalian yang masih hidup sepeninggalku niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka itu wajib bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para kholifah yang arif lagi bijaksana di atas petunjuk setelahku. Gigitlah kuat-kuat dengan gigi-gigi geraham. Dan hati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru (dalam agama), sebab segala perkara baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (Hadits shohih. Lihat: ash-Shohihah no. 2735)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Apakah ada seorang sahabat yang apabila mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dia menolaknya dengan pertimbangan qiyas, perasaan, akal atau politik? Apakah pernah ditemui seorang dari mereka menomorduakan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari pada akal, qiyas, perasaan, politik atau karena taklid kepada seseorang?”
Beliau melanjutkan: “Sungguh, dahulu Umar bin al-Khottob shallallahu ‘alaihi wa sallam menghukumi seseorang yang mendahulukan keputusan beliau dari pada sabda Rasulullah dengan pedang, ia berkata: ‘Inilah hukumanku untuknya.’.” (Madarijus Salikin 1/334)
SIKAP TEGAS UMAT SALAF TERHADAP SUNNAH NABI
Sahabat mulia Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang begitu perhatian dengan Sunnah. Di antara contohnya, sebagaimana yang tertuang dalam ucapan beliau: “Aku tidak akan meninggalkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedikitpun, aku langsung mengamalkannya, karena aku khawatir apabila aku meninggalkan sedikit saja dari perintahnya bisa membuatku tersesat.”
Umar bin Abdulaziz rahimahullah berkata: “Tidak boleh mengikuti pendapat seorang ketika dihadapkan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Abu Qilabah rahimahullah berkata: “Bila engkau berbicara dengan sunnah dengan seseorang lalu dia berkata: ‘Tinggalkan yang ini, kita berbicara dengan al-Qur`an saja,’ maka ketahuilah bahwa dia adalah orang yang sesat.”
Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Kaum muslimin telah bersepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak boleh ia meninggalkannya karena adanya ucapan seseorang (selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).”
Abul Qosim al-Ashbahani rahimahullah berkata: “Ahlus sunnah dari generasi salaf dahulu berkata: ‘Bila ada orang yang mencela sunnah,’ maka status keislamannya patut dipertanyakan.”
Abu Zakaria an-Naisaburi rahimahullah berkata: “Membela sunnah lebih mulia daripada jihad fi sabilillah.”
Imam Malik rahimahullah pernah berkata: “Sunnah itu bak bahtera nabi Nuh, siapa yang menaikinya maka ia selamat, siapa yang tidak menaikinya maka ia akan tenggelam (tersesat).”
PENUTUP
Demikianlah beberapa kisah nyata yang menunjukkan bahwa orang-orang yang menyelisihi Sunnah Nabi n pasti akan mendapatkan hukuman dari Allah ta’ala cepat atau lambat. Sebab Allah tidak lalai dan tidak pula tidur, Dia akan memutuskan perkara di antara hamba-Nya sesuai dengan amalan masing-masing. Siapa yang menanam kebaikan maka ia akan memanen hasil baiknya, siapa yang menebar benih keburukan maka tidaklah ia akan menuai kecuai sesuai dengan perbuatannya.
Kita memohon kepada Allah agar dapat selalu mengagungkan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari hingga ajal datang menjemput kita. Amin.