Pada tulisan sebelumnya telah diulas beberapa hadis yang memerintahkan untuk merapikan rambut. Berikut di antaranya:
Pertama
مَنْ كَانَ لَهُ شَعْرٌ فَلْيُكْرِمْهُ
Siapa yang memiliki rambut maka hendaklah ia memuliakannya. (Shahih Abi Dawud, no. 3509)
Kedua
Ketika berkunjung ke rumah Jabir bin Abdullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seseorang yang rambutnya acak-acakan, lalu beliau berkata:
أَمَا كَانَ يَجِدُ هَذَا مَا يُسَكِّنُ بِهِ شَعْرَهُ؟
Tidakkah orang ini mendapatkan sesuatu yang dapat ia gunakan untuk merapikan rambutnya? (Silsilah al-ahadits ash-shahihah, no. 493)
Ada pula beberapa hadis lain yang memerintahkan untuk memuliakan dan merapikan rambut.
Larangan Terlalu Perhatian Dengan Rambut
Namun di sisi lain ada beberapa atsar dan hadis yang melarang untuk terlalu perhatian dengan rambut. Berikut di antaranya:
Pertama
Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk menyisir rambut kecuali jarang-jarang.” (HR. Abu Dawud, no. 4159, an-Nasa’i, juz 2, 276. Lihat: ash-Shahihah, no. 501)
Maksud “kecuali jarang-jarang” ialah sehari menyisir sehari tidak.
Kedua
Dari Humaid bin Abdurrahman al-Himyari ia berkata: “Aku pernah bertemu dengan seseorang yang bersahabat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana Abu Hurairah sempat bertemu dengan beliau selama empat tahun. Orang itu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk menyisir rambut setiap hari.” (Shahih an-Nasa’i, no. 4679)
Dan beberapa riwayat yang lainnya.
Saling Kontradiksi?
Sepintas kita perhatikan beberapa hadis di atas saling kontradiksi. Namun pada hakikatnya tidak bertentangan sama sekali. Untuk lebih lanjut, marilah kita simak poin di bawah ini.
Cara Mengompromikan
Para ulama berusaha mengompromikan dan menyatukan antara kedua kelompok hadis di atas dengan cara terbaik. Maka itu mereka menyatakan bahwa beberapa hadis yang memerintahkan untuk memperhatikan rambut dengan menyisirnya dan memberinya minyak rambut adalah hukum asal bagi setiap musim. Sebab Islam adalah agama yang mencintai kebersihan dan memerintahkan segala hal yang dapat memperbaiki keadaan seorang muslim dalam hal penampilannya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ اللَّهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
Sesungguhnya Allah itu Maha indah lagi mencintai keindahan. (HR. Muslim)
Sedangkan beberapa hadis larangan, maka mereka menjadikan hadis-hadis tersebut sebagai batas agar seorang muslim tidak berlebih-lebihan dan tidak melampaui batas dalam berdandan dan berhias. Juga agar detik demi detik kehidupannya tidak sia-sia tanpa dipergunakan untuk hal yang bermanfaat. Islam adalah agama keadilan dan pertengahan pada seluruh syariatnya, dan dalam masalah ini Islam berada di tengah-tengah di antara berlebih-lebihan dalam berhias dan dengan sikap jorok dan kotor.
Ucapan Ulama Seputar Pembahasan
Ibnu Baththal rahimahullah berkata: “Adapun hadis larangan merapikan rambut kecuali jarang-jarang, maka maksudnya adalah tidak boleh berlebih-lebihan dalam merapikan rambut.” (al-Fath, jilid 10, hal. 381)
Ibnul Arabi rahimahullah berkata seputar merapikan rambut: “Terlalu mencintainya adalah perbuatan berlebih-lebihan, meninggalkannya adalah kekotoran, sedangkan melakukannya dengan jarang-jarang (selang sehari) adalah sunah.” (‘Aridhah al-Ahwadzi, jilid 7, hal. 258)
Asy-Syaukani rahimahullah berkata seputar hadis larangan merapikan rambut kecuali jarang-jarang: “Hadis tersebut menunjukkan makruhnya menyibukkan diri dengan merapikan rambut di setiap hari, sebab itu termasuk berlebih-lebihan.” (Nail al-Authar, jilid 1, hal. 123)
Al-Khaththabi rahimahullah berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci sikap berlebih-lebihan dalam kemewahan, memakai minyak rambut, menyisir atau hal lain dari kebiasaan manusia. Beliau memerintahkan untuk bersikap sederhana. Namun bukan berarti tidak bersuci dan membersihkan diri, sebab kesucian dan kebersihan termasuk agama.” (Tahdzib Sunan Abi Dawud, jilid 6, hal. 83)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Sesungguhnya seorang hamba diperintahkan untuk memuliakan rambutnya dan dilarang untuk terlalu berlebih-lebihan dalam merapikan dan mengurusnya, maka ia boleh memuliakan rambutnya, namun tidak boleh menjadikan berlebih-lebihan dalam merapikan dan mengurusnya sebagai kebiasaan, hendaknya ia menyisirnya dengan jarang-jarang.” (Tahdzib Sunan Abi Dawud, jilid 6, hal. 85)
Kesimpulan
Bahwasanya seorang muslim dilarang berlebih-lebihan dalam merapikan rambutnya dan diperintahkan untuk kebersihan dan keindahan yang sewajarnya. Kemudian apabila ada seseorang yang tidak merapikan rambutnya pada suatu hari maka tidak boleh diingkari, bahkan itu lebih dekat kepada sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perintah beliau, selama rambutnya tidak panjang dan acak-acakan yang dapat berkesan tidak baik bagi orang yang melihatnya (seperti ketika Nabi melihat seorang berambut acak-acakan beliau mengingkarinya, pen). Wallahu a’lam.
[Diringkas Sya’ru Ra’si Ahkam wa Fawa`id, hal. 64-70, karya Sulaiman bin Shalih al-Kharrasyi, cetakan Dar al-Qasim]