“Rambutmu mahkotamu,“ maka itu hendaknya engkau menyisirnya ketika acak-acakan, merapikannya ketika tampak tidak rapi dan memberinya minyak rambut, sehingga rambut tersebut terlihat indah bak mahkota seorang raja.
Nasihat al-Musthafa
Hal tersebut bukan hanya sekedar enak dipandang mata karena rapinya, namun lebih dari itu, juga merupakan sunnah al-Musthafa shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ شَعْرٌ فَلْيُكْرِمْهُ
Siapa yang memiliki rambut maka hendaklah ia memuliakannya. (Shahih Abi Dawud, no. 3509)
Asy-Syaukani rahimahullah berkata: “Hadits ini mengandung anjuran untuk memuliakan rambut dengan memberinya minyak dan merapikannya.” (Nail al-Authar, jilid 1, hlm. 123)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Adalah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu merapikan rambut, terkadang beliau sendiri yang merapikannya, dan terkadang juga dirapikan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha.” (Zad al-Ma’ad, juz 1, hlm. 176)
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkunjung ke rumah Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma beliau melihat seseorang yang rambutnya acak-acakan, lalu beliau berkata:
أَمَا كَانَ يَجِدُ هَذَا مَا يُسَكِّنُ بِهِ شَعْرَهُ؟
Tidakkah orang ini mendapatkan sesuatu yang dapat ia gunakan untuk merapikan rambutnya? (Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, no. 493)
Dari beberapa hadits di atas dapat diketahui bahwa merapikan rambut adalah salah satu tuntunan Nabi mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bilamana Mahkota Mulai Beruban
Namun, ketika rambut mulai beruban, satu persatu uban itu mulai muncul di sana sini, banyak orang yang dengan sengaja atau tidak merusak mahkota indahnya itu. Mahkota kesayangannya yang sebelumnya ia jaga dengan seksama, yang dahulunya ia elu-elukan dengan begitu manjanya.
Dengan begitu semangat ia mencabut bagian dari mahkotanya, bahkan terkadang orang lain pun dilibatkan untuk melakukannya. Ia mencabut uban yang mulai bertengger di kepalanya, yang mulai menjadi bagian dari mahkotanya.
Mahkota Yang Bercahaya
Tidakkah kita ingin mahkota kita terus terjaga? dapat bercahaya dan menjadi penerang bagi kita pada hari kiamat kelak? dapat mendatangkan kebaikan dan melebur kesalahan? Jika kita menginginkan semua itu, maka hendaknya kita perhatikan dengan seksama petunjuk Nabi mulia al-Musthafa shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَنْتِفُوْا الشَّيْبَ، مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَشِيْبُ شَيْبَةً فِي الإِسْلاَمِ إِلاَّ كَانَتْ لَهُ نُوْرًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، إِلاَّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِهَا حَسَنَةً وَحَطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيْئَةً
Janganlah kalian mencabut uban, tidaklah seorang muslim yang tumbuh di kepalanya sehelai uban dalam Islam melainkan uban tersebut akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat kelak, melainkan Allah akan menuliskan baginya dengan sehelai uban satu kebaikan dan akan digugurkan darinya satu kesalahan. (hadits hasan shahih. Lihat Sunan Abi Dawūd Takhrij al-Albani, no. 4202)
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk mencabut uban.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam jugabersabda:
هُوَ نُوْرُ الْمُؤْمِنِ
Uban adalah cahaya seorang mukmin. (Hasan shahih. Lihat Sunan Ibn Majah, no. 3721)
Dari kedua hadits di atas kita mengetahui bahwa membiarkan uban tumbuh di rambut adalah salah satu tuntunan Nabi mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat membuahkan banyak faedah; uban tersebut dapat menjadi cahaya pada hari kiamat, dapat mendatangkan kebaikan dan menggugurkan kesalahan.
Jika demikian, maka hendaknya kita memperhatikan nasihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang insya`Allah mudah ini, dan semoga kita dimudahkan untuk memperhatikan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lainnya.
Jika kita mengetahui bahwa rambut kita adalah mahkota, maka siapakah dari kita yang mengharapkan ada cahaya di kepala kita, di rambut kita, di mahkota kita? Bagi yang menginginkannya, hendaklah ai mengamalkan wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang satu ini. Wallahul muwaffiq.