Berikut kelanjutkan dari tulisan sebelumnya. Sepuluh akibat buruk berbuat maksiat. Selamat menyimak.
6). Menghalangi diri dari berbuat ketaatan
Bila saja dosa tidak memiliki akibat buruk, maka ia dapat menghalangi pelakunya dari berbuat ketaatan, lalu hal itu akan menghalanginya untuk melakukan ketaatan hingga kesekian kalinya. Sehingga akan banyak sekali ketaatan-ketaatan yang terlewatkan. Padahal setiap ketaatan dari ketaatan-ketaatan tersebut lebih baik dari pada dunia dan seisinya.
Kondisinya bak orang sakit, gara-gara melahap habis makanan, maka makanan itu menyebabkan dirinya terhalang untuk merasakan makanan lain yang jauh lebih nikmat.
7). Mengakibatkan umur menjadi pendek
Ketahuilah, maksiat itu dapat mengurangi umur seseorang dan dapat melenyapkan keberkahan yang ada pada dirinya, dan itu adalah pasti. Karena berbuat kebajikan dapat menambah umur, sedangkan maksiat dapat menguranginya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada yang dapat merubah qadha’ kecuali doa, dan tidak ada yang dapat menambah umur kecuali ketaatan.” (Lihat: ash-Shahihah no. 154)
Dalam masalah umur dapat bertambah dan berkurang ulama berbeda pendapat: Sebagian ulama menjelaskan, kurangnya umur maksudnya ialah hilangnya keberkahan pada umurnya. Dan ini adalah realita yang merupakan dampak buruk berbuat maksiat. Ulama yang lain berkata, maksudnya adalah benar-benar dapat berkurang sebagaimana rizki yang dapat berkurang.
Rahasia pada permasalahan ini adalah, bahwasanya umur manusia adalah waktu hidupnya, dan tiada kehidupan baginya kecuali dengan menghadapkan diri kepada Allah ta’ala, menikmati kecintaan dan dzikir kepada-Nya, dan mengutamakan keridhaan-Nya.
8). Maksiat menyeret kepada kemaksiatan yang lain
Maksiat itu memiliki saudara. Ketika seorang hamba mendatangi maksiat, maka ia akan mengajak untuk mendatangi maksiat yang lain, dan demikian seterusnya. Maksiat itu enak, tatkala seorang hamba bermaksiat dan mendapatkan rasa enaknya maka ia akan menariknya untuk mencicipi maksiat yang lainnya.
Ketahuilah, maksiat memiliki saudara, jangan sampai kita terlena sehingga mengajak kenalan dengan saudara-saudaranya. Maksiat itu enak, namun keenakan tersebut hanyalah sesaat. Setelahnya, yang ada hanyalah penyesalan, kesedihan, kebingungan, gundah-gulana, dan rasa tidak enak lainnya.
Itu semua adalah langkah-langkah setan menuju kehancuran. Janganlah kita menuruti langkah-langkah setan tersebut. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُوْا لاَ تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya ia itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan mungkar.” (QS. an-Nur: 21)
9). Mengakibatkan munculnya beragam kerusakan di muka bumi
Perbuatan maksiat dapat menghancurkan diri pelakunya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Manusia tidak akan binasa hingga mereka memberi udzur pada diri-diri mereka untuk diadzab (yakni dengan banyak melakukan kemaksiatan).” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad shahih)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila zina dan riba nampak pada suatu daerah, sungguh mereka telah menghalalkan siksa Allah menimpa mereka.” (Lihat: Shahih al-Jami, no. 679, Shahih at-Targhib, no. 1859)
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Apabila zina dan riba telah tampak pada suatu negeri, maka Allah telah mengizinkan kehancurannya. (HR. al-Hakim, Hadits hasan lighairihi. Lihat: Shahih at-Targhib, no. 2401)
Dalam sebuah riwayat Ibnu Umar berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernahmenghadap kepada kami dan berkata: “Wahai sekalian Muhajirin, ada lima perkara besar yang apabila menimpa kalian, aku berlindung kepada Allah dari kelima perkara tersebut menimpa diri-diri kalian: tidaklah tampak perbuatan keji di tengah-tengah suatu kaum hingga mereka melakukannya secara terang-terangan melainkan akan tersebar luas di antara mereka wabah-wabah penyakit yang tidak pernah terjadi pada generasi sebelum mereka, tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan melainkan mereka akan disiksa dengan tahun-tahun yang penuh paceklik dan pemimpin yang zhalim, tidaklah mereka mencegah zakat harta mereka melainkan mereka akan terhalangi dari turunnya air hujan dari langit, sekiranya tidak ada hewan-hewan ternak, niscaya mereka tidak akan diberikan air hujan, tidaklah mereka melanggar janji Allah dan Rasul-Nya melainkan Allah akan kuasakan kepada mereka musuh dari selain mereka, kemudian musuh-musuh itu merampas sebagian yang mereka miliki, dan tidaklah para pemimpin mereka tidak berhukum dengan kitabullah dan tidak memilih berhukum dengan apa yang Allah turunkan, melainkan Allah akan turunkan kebinasaan di antara mereka.” (Lihat: ash-Shahihah no. 106)
10). Menjadikan musuh mudah meraih kemenangan
Contoh nyata dalam hal ini adalah kekalahan kaum muslimin pada perang Uhud. Lantaran kaum muslimin yang tidak taat kepada perintah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Allah berikan cobaan kepada mereka dengan kekalahan agar mereka mengevaluasi dan mengoreksi diri mereka masing-masing, dan agar mereka tahu, bahwa ketidaktaatan atau kemaksiatan dapat menghancurkan suatu kaum sehingga kemenangan ada di tangan musuh.
Dalam kitab Musnad al-Imam Ahmad, dengan sanad shahih, Jubair bin Nufair bercerita: “Tatkala negara Cyprus ditaklukan (oleh kaum muslimin) dan penghuninya dicerai-beraikan, sebagian kaum muslimin menangis. Aku melihat Abu Darda’ duduk sendiri dan beliaupun menangis. Aku berkata: ‘Ya Abu Darda, apa yang membuatmu menangis pada hari dimana Allah memuliakan Islam dan para pemeluknya?’ Ia menjawab: “Celaka engkau, ya Jubair, alangkah hina mereka (penduduk Cyprus) bagi Allah azza wa jalla tatkala menyia-nyiakan perintah-Nya! Mereka adalah umat yang berkuasa, kuat dan memegang kendali kekuasaan, namun mereka meninggalkan perintah Allah sehingga mereka hina seperti yang engkau lihat.”
Tidaklah hamba bermaksiat melainkan hal itu akan menjadi sebab hinanya ia di hadapan Allah, bahkan di hadapan para mahkluk-Nya pula. Dan bila seorang hamba hina di mata Allah, maka tidak ada seorangpun yang akan memuliakannya.
Kehinaan tersebut, tidaklah disebabkan melainkan karena ulah dan tingkah lakunya sendiri dengan menghinakan dirinya yakni dengan bermaksiat kepada Allah ta’ala.
Semoga, dengan meninggalkan dosa-dosa tersebut dan memperbanyak ketaatan, iman kita semakin bertambah, sehingga kita bertemu Allah dalam keadaan selamat hatinya dari syirik, bid’ah, dan maksiat.
Selesai, alhamdulillah.
Bagi yang ingin mengetahui perincian dari akibat buruk berbuat maksiat silakan merujuk ke kitab Ibnul Qayyim yang berjudul ad-Daa’ wa ad-Dawaa’.