Ruqyah adalah bacaan-bacaan secara syar’i untuk pengobatan. Arti syar’i di sini ialah berdasarkan pada riwayat-riwayat yang shahih (al-Qur`an dan as-Sunnah), atau sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh para ulama.
Ruqyah syar’i banyak pengaruhnya dan dapat menyembuhkan orang yang sakit dengan izin Allah ta’ala. Baik penyakit itu timbul karena sihir, ain (pandangan mata hasad), kesurupan, atau akibat luka maupun sengatan serangga.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya ada sekumpulan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati suatu kaum yang sedang mengambil air. Di antara mereka ada seorang yang tersengat serangga, lalu mereka meminta bantuan kepada para sahabat seraya berkata: “Adakah dari kalian orang yang bisa meruqyah? sesungguhnya di antara kami ada seorang yang disengat serangga.” Kemudian seorang sahabat mendatanginya dan membacakannya surat al-Fatihah dengan mensyaratkan upah beberapa ekor kambing. Akhirnya orang itu pun sembuh. (Muttafaq alaihi)
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata (Syarah Shahih Muslim): “Dianjurkan untuk dibacakan surat al-Fatihah kepada orang yang tersengat serangga dan siapa saja yang menderita suatu penyakit.”
Di hadis lain riwayat Muslim Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اعْرِضُوا علَيّ رُقَاكُمْ. لاَ بَأْسَ بِالرّقَىَ مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ
Perlihatkan ruqyah kalian kepadaku. Tidak mengapa menggunakan ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan. (HR. Muslim)
Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang ruqyah, lalu keluarga ‘Amr bin Hazm menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami memiliki bacaan ruqyah tertentu yang kami gunakan untuk meruqyah dari sengatan kalajengking tapi engkau melarang ruqyah.’
Jabir melanjutkan: Mereka pun memperihatkan ruqyah itu kepada beliau, dan beliau berkata:
مَا أَرَى بَأْسًا، مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَنْفَعْهُ
Aku lihat (ruqyah ini) tidak mengapa, barang siapa dari kalian bisa memberi manfaat kepada saudaranya hendaklah ia melakukannya. (HR. Muslim)
Dari hadis-hadis di atas dapat kita simpulkan bahwa hukum asal ruqyah itu bagi orang yang tidak tahu adalah terlarang. Bila seseorang ingin meruqyah, hendaklah ia memperlihatkan ruqyahnya itu kepada orang yang tahu tentang ruqyah. Sehingga ia bisa yakin ruqyahnya itu selamat dari penyelisihan terhadap Syariat. Selanjutnya, ruqyah itu dibolehkan baginya bila tidak mengandung larangan.
Bagi orang yang mempergunakan ruqyah sebagai penyembuhan, hendaklah ia memperhatikan beberapa adab berikut.
ADAB MERUQYAH
PERTAMA: MENGHINDARKAN DIRI DARI MEMINTA RUQYAH
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِيْ سَبْعُوْنَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ. قَالُوا: مَنْ هُمْ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ؟ قَالَ: هُمْ الَّذِيْنَ لاَ يَسْتَرْقُوْنَ وَلاَ يَتَطَيَّرُوْنَ وَلاَ يَكْتَوُوْنَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ
Ada tujuh puluh ribu dari umatku yang akan masuk surga tanpa hisab. Para Sahabat bertanya: Siapa mereka wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang tidak minta untuk diruqyah, tidak merasa pesimis (sial) dengan sesuatu, tidak minta pengobatan dengan kay (besi yang dipanaskan), dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Syaikh Shalih Alu Syaikh –seorang ulama Arab Saudi- berkata: Sabda beliau, ‘tidak minta untuk diruqyah‘ menunjukkan bahwa yang sempurna adalah jangan dijadikan minta ruqyah sebagai kebiasaan seseorang, namun hendaklah ia meruqyah dirinya sendiri. Kalau tidak, ia menunggu hingga ada orang yang meruqyahnya.”
Orang yang meminta ruqyah tidaklah dilarang secara mutlak. Hanya saja dia akan tersisihkan dari golongan orang-orang yang masuk surga tanpa adzab dan hisab. Siapakah yang ingin masuk surga tanpa adzab dan hisab? Tentu kita semua menginginkan hal tersebut.
Syaikh al-Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa orang yang tidak meminta untuk diruqyah termasuk ke dalam golongan tersebut karena beberapa alasan berikut:
- Kuatnya diri mereka dalam menyandarkan diri kepada Allah ta’ala.
- Kemuliaan diri mereka dari merendahkan diri kepada selain Allah.
- Orang yang minta untuk diruqyah telah bergantung kepada selain Allah. (al-Qoul al-Mufid Syarh Kitab at-Tauhid, hlm. 66, Dar al-Aqidah)
KEDUA: MERUQYAH SESUAI TUNTUNAN SYARIAT
Para ulama telah bersepakat akan bolehnya ruqyah dengan tiga syarat berikut:
1. Ruqyah dengan menggunakan firman Allah, atau nama-nama dan sifat-sifat Allah, atau sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Seluruh isi al-Qur`an merupakan obat bagi kesembuhan hati dan kesembuhan dari seluruh penyakit, sehingga seluruh ayat-ayat al-Qur`an dapat digunakan untuk meruqyah. Allah ta’ala berfirman:
قُلْ هُوَ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا هُدًى وَشِفَاءٌ
Katakanlah: “al-Quran itu adalah petunjuk dan penawar (obat) bagi orang-orang mukmin. (QS. Fushshilat: 44)
Firman-Nya:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
Dan Kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. al-Isra`: 82)
Allah juga berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُوْرِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabb-mu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus: 57)
Dengan demikian, al-Qur`an merupakan penyembuh yang sempurna di antara seluruh obat hati dan juga obat fisik, sekaligus sebagai obat untuk penyakit dunia dan akhirat. Namun tidak setiap orang mukmin mampu dan mempunyai kemampuan untuk melakukan penyembuhan dengan al-Qur`an.
Jika pengobatan dan penyembuhan itu dilakukan secara baik terhadap penyakit dengan didasari kepercayaan dan keimanan, penerimaan yang penuh, keyakinan yang pasti, memenuhi syarat-syaratnya, maka tidak ada satu penyakit pun yang mampu melawannya. Bagaimana mungkin penyakit-penyakit itu akan menentang dan melawan firman-firman Allah Yang Maha Kuasa, yang mana jika firman itu diturunkan ke gunung, niscaya ia akan memporak-porandakan gunung tersebut. Oleh karena itu, tidak ada satu penyakit hati dan juga penyakit fisik pun melainkan di dalam al-Qur`an terdapat jalan penyembuhannya, penyebabnya serta pencegahan terhadapnya bagi orang yang dikaruniai pemahaman oleh Allah terhadap kitab-Nya.
Ibnul Qayyim shallallahu ‘alaihi wa sallam mengemukakan:
فَمَنْ لَمْ يَشْفِهِ الْقُرْآنُ فَلاَ شَفَاهُ اللَّهُ، وَمَنْ لَمْ يَكْفِهِ فَلاَ كَفَاهُ اللَّهُ
Barang siapa yang tidak dapat disembuhkan oleh al-Qur`an berarti Allah tidak memberikan kesembuhan kepadanya, dan barang siapa yang tidak dicukupkan oleh al-Qur`an maka Allah tidak memberikan kecukupan kepadanya. (Zadul Ma’ad IV/352)
Al-Qur`an dapat digunakan sebagai ruqyah karena di dalamnya terkandung nama-nama Allah yang indah, berisi isti’anah (mohon pertolongan) dan isti’adzah (mohon perlindungan) kepada Allah dari segala gangguan. Maka itu, di antara surat al-Qur`an yang biasa digunakan untuk meruqyah adalah surat al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Naas. Demikian pula al-Qur`an berisi anjuran untuk bertawakal hanya kepada Allah semata, tidak kepada selain-Nya. Maka itu dengan izin Allah, ruqyah dengan al-Qur`an dapat bermanfaat bagi dipenderita.
2. Ruqyah dengan bahasa Arab atau bahasa lain yang dapat dipahami maknanya.
Bila ruqyah itu dengan bahasa Arab, maka harus dipahami maknanya. Tidak boleh berupa potongan-potongan kata yang tidak diketahui artinya. Sehingga ruqyah dibolehkan dengan nama-nama Allah, ayat-ayat al-Qur`an, hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau doa-doa yang telah disepakati boleh oleh para ulama.
Ruqyah itu idak boleh mengandung kata-kata yang tidak diketahui maknanya. Dikhawatirkan itu adalah nama setan atau jin tertentu yang dijadikan sebagai tempat untuk meminta pertolongan dan perlindungan.
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang ruqyah dengan nama-nama yang tidak diketahui maknanya. Beliau menjawab: “Mungkin saja nama-nama itu adalah kekafiran.”
Maksudnya, mungkin saja nama-nama tersebut adalah nama-nama setan atau malaikat, meminta pertolongan dan mendekatkan diri ditujukan kepada mereka, sehingga hal itu dapat menyebabkan kekafiran.
Dari sini kita ketahui bahwa ruqyah harus dengan bahasa Arab atau bahasa lain yang dipahami maknanya. Tidak boleh dengan kata-kata yang tidak diketahui atau dipahami artinya.
3. Harus diyakini bahwa ruqyah tidak dapat memberikan pengaruh. Yang memberi pengaruh adalah Allah. Adapun ruqyah sekedar sebab atau sarana kesembuhan.
Telah kita ketahui bersama bahwa Allah adalah asy-Syafi (Maha Pemberi kesembuhan). Tidak ada seorangpun yang dapat menyembuhkan orang lain dari penyakit kecuali dengan izin Allah ta’ala. Dokter dan obat, bekam dan madu, kurma atau segala macam cara penyembuhan, semua itu merupakan sarana atau sebab, sedangkan yang Maha Menyembuhkan hanyalah Allah ta’ala semata. Demikian halnya dengan ruqyah. Ruqyah hanya sekedar sarana kesembuhan. Bila Allah berkehendak, dengan ruqyah itu seseorang dapat sembuh, bila tidak maka orang itu tidak akan sembuh. Allah ta’ala berfirman:
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيْبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Dia menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Yunus: 107)
Hal ini perlu dibahas karena sebagian orang yang sakit terkadang berlebih-lebihan atau melampaui batas terhadap orang yang meruqyah. Ia menyandarkan kesembuhan itu kepada orang yang meruqyah, bukan kepada Allah. Ia memuji dan berterima kasih kepada orang itu, namun ia tidak bersyukur dan memuji Allah. Ketahuilah, segala tata cara penyembuhan hanya sekadar sarana atau sebab. Sedangkan yang benar-benar menyembuhkan adalah Allah Maha Pemberi kesembuhan.
Oleh karena itu, ketika seorang dari kita diruqyah, hendaklah ia meminta kesembuhan dan keselamatan hanya kepada Allah semata, tidak kepada selain-Nya. Kemudian, silakan ia berterima kasih kepada orang yang meruqyahnya itu. Allah ta’ala berfirman:
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِ
(Nabi Ibrahim berkata:) dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkanku. (QS. asy-Syu’ara`: 80)
Bersambung insyaAllah.