Fenomena Batu Ajaib

Beberapa tahun lalu masyarakat Indonesia digegerkan dengan sosok ‘dukun cilik dengan batu ajaibnya’. Dukun cilik dari Jombang yang dengan ‘batu ajaibnya’ dapat mengobati berbagai macam penyakit, katanya. Hingga akhirnya orang-orang datang kepadanya dengan berbondong-bondong dan rela berdesak-desakan untuk berobat. Bahkan beberapa orang dari luar kota pun rela hadir ke sana. Akibatnya, beberapa nyawa pun melayang akibat berdesak-desakan dan ramainya pasien. Mereka meyakini bahwa batu itu dapat menyembuhkan aneka ragam penyakit. Dengan sekali celup ke dalam air lalu meminumnya, maka si penderita dapat sembuh dari penyakit yang dideritanya, katanya.

Meskipun fenomena ini telah terjadi beberapa tahun silam bukan berarti tidak perlu dibahas lagi atau dikatakan sudah basi, sebab apabila masyarakat yang mempercayainya tidak mendapatkan penjelasan yang tepat maka akidah mereka bisa terus menyimpang. Selain itu, dengan melihat bahwa praktek seperti itu merupakan lahan basah, bisa jadi Ponari-Ponari yang lain akan muncul lebih banyak lagi. Maka itu perlu dijelaskan tentang hal ini sesuai tinjuan Syariat, agar kita tidak salah melangkah, apalagi dalam masalah keyakinan atau akidah.

Allah Maha Penyembuh (asy-Syaafii)

Tentu saja fenomena ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Para ulama, ustad atau tokoh agama hendaklah menjelaskan kepada umat, bahwa benda apapun juga –termasuk batu- tidak dapat memberikan manfaat, menyembuhkan penyakit atau mendatangkan mara bahaya. Dengarkanlah baik-baik firman Allah menghikayatkan ucapan Nabi Ibrahim alaihissalam:

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

Dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkan aku. (QS. asy-Syu’ara`: 80)

Nabi Ibrahim berkeyakinan bahwa siapa saja yang sakit –termasuk beliau-, tidak ada yang dapat menyembuhkan dirinya kecuali Allah, bukannya batu, jimat, dukun atau paranormal, dst.

Tentu saja kita sebagai manusia biasa lebih berhak untuk meyakini hal itu dan wajib mengikuti keyakinan beliau. Allah telah memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengikuti agama Ibrahim, dan kita diperintahkan untuk mengikuti ajaran Rasulullah. Firman-Nya:

ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif”. (QS. an-Nahl: 123)

Allah berfirman:

وأَطِيْعُوْا اللَّهَ وَالرَّسُوْلَ

Dan taatilah Allah dan rasul. (QS. Ali ‘Imran: 132)

Ayat yang semakna dengan ini banyak sekali.

Jika Allah menurunkan mudarat kepada seseorang pasti hanya Dia pula yang dapat menyingkapnya, dan jika Dia menurunkan rahmat-Nya maka tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi-Nya. Allah berfirman:

قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِيْ بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُوْنَ

Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudaratan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudaratan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nya-lah bertawakal orang-orang yang berserah diri. (QS. az-Zumar: 38)

Ketika hendak mencium hajar aswad Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Demi Allah, sesungguhnya aku ini tahu bahwa engkau adalah sebuah batu yang tidak dapat menimbulkan mara bahaya dan tidak pula dapat mendatangkan manfaat, andai saja aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.” (HR. Muslim dll.)

Beberapa ayat dan atsar dari Umar di atas menunjukkan bahwasanya hanya Allah semata yang dapat memberikan kesembuhan dan menyingkap mara bahaya, dan bahwasanya benda apapun juga –termasuk batu- tidak dapat memberikan manfaat atau menolak bala sedikit pun.

Keyakinan Bahwa Batu dapat Memberi Manfaat atau Mudarat adalah Kesyirikan

Ulama menyatakan, apabila seseorang meyakini bahwa benda tertentu seperti batu, cincin, jimat dll., dapat memberikan manfaat maupun mudarat maka ia telah terjerumus ke dalam lembah kesyirikan. Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيْدًا

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (QS. an-Nisa`: 116)

Keyakinan syirik seperti ini terbagi menjadi dua macam:

  1. Syirik Besar. Apabila ia berkeyakinan bahwa batu tersebutlah yang memberikan kesembuhan, menghilangkan penyakit atau menolak bala. Padahal yang dapat melakukan hal itu semua hanyalah Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Barang siapa menganggap ada selain Allah yang dapat melakukannya, maka ia telah menyekutukan Allah dalam hal tersebut.
  2. Syirik Kecil. Apabila ia meyakini bahwa batu itu hanya sebatas sebab kesembuhan. Tatkala ia meyakini demikian, sementara tidak ada satu dalil pun yang menerangkannya, maka ia telah menyekutukan Allah dalam menghukumi benda tersebut sebagai sebab, karena Allah tidak menjadikannya sebagai sebab kesembuhan. (Disarikan dari kitab al-Qaul al-Mufîd Syarh Kitâb at-Tauhîd, Syaikh al-Utsaimin, Cet. Dar al-‘Aqadah, jilid 1, hal. 105)

Kesimpulan

Dari uraian singkat ini jelaslah, bahwa berobat dengan batu dan meyakininya dapat memberi manfaat, mara bahaya atau dapat menyembuhkan penyakit merupakan salah satu bentuk kesyirikan kepada Allah ta’ala. Maka itu, wajib bagi kita untuk menjauhi hal ini, hendaklah kita menjaga akidah kita dan jangan sampai merusaknya dengan sedikit pun dari kesyirikan. Jika tidak, maka nerakalah ganjarannya, wal’iyadzu billah.

Inilah penjelasan ringkas yang dapat kami suguhkan, yang hanya menyoroti satu sisi dari fenomena menyedihkan di atas, yakni seputar pengobatan dengan batu. Sebenarnya masih banyak sisi yang harus disoroti, namun sisi inilah yang paling berbahaya. Semoga kaum muslimin dijauhkan oleh Allah dari fenomena kesyirikan seperti ini khususnya dan aneka ragam kesyirikan lain umumnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *