Kaum muslimin sekarang ini sangat membutuhkan para ulama robbaniyiin yang dapat membimbing mereka menuju jalan yang lurus. Namun, ternyata tidak semua ulama adalah ulama sesungguhnya. Banyak ulama suu’ (buruk) yang mengajak umat manusia menuju pintu-pintu neraka Jahanam. Adapun ulama robbani, maka ia senantiasa mengajak manusia untuk menuju surga Allah ta’ala.
Berikut goresan pena Syaikh Muhammad bin Musa Alu Nashr hafizhahullah yang berisi sembilan karakteristik ulama robbani, ulama yang benar-benar berilmu dan mengamalkan ilmunya, dan pula mendakwahkan ilmu mereka karena Allah ta’ala. Makalah ini kami ambil dari www.kulalsalafiyeen.com. Judul besar pada setiap sub bahasan adalah tambahan dari penerjemah. Semoga bermanfaat.
UMAT MEMBUTUHKAN ULAMA ROBBANI
Seiring berjalannya waktu, kebutuhan umat akan sosok alim robbani begitu mendesak, yakni alim robbani yang telah Allah sebutkan cirinya dalam firman-Nya:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. (QS. Fathir: 28)
Juga dalam firman-Nya:
وَلَكِنْ كُوْنُوْا رَبَّانِيِّيْنَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُوْنَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُوْنَ
Akan tetapi hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (QS. Ali ‘Imran: 79)
Yang demikian karena ulama adalah pewaris para nabi, mereka mengajak dan meluruskan manusia untuk menuju kepada kebenaran. Merekalah menara-menara hidayah dan lentera-lentera kegelapan malam. Andaisaja tidak ada ulama -setelah Allah- niscaya manusia bagaikan hewan ternak yang tidak dapat mengetahui mana yang ma’ruf dan tidak mengingkari hal yang mungkar. Maka itu, jasa ulama terhadap manusia amatlah besar. Allah ta’ala berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُوْنَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوْا وَكَانُوْا بِآَيَاتِنَا يُوقِنُوْنَ
Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar, dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (QS. as-Sajdah: 24)
Kepemimpinan dalam agama hanya dapat digapai dengan kesabaran dan keyakinan. Hanya saja, apakah setiap orang yang mengenakan sorban dan jubah disebut ulama? Dan apakah setiap orang yang diacungi jempol dinamakan ulama?!
KARAKTERISTIK ALIM ROBBANI
Karakteristik pertama: Tidak, sekali-kali tidak, yang namanya ulama adalah orang yang benar-benar takut kepada Allah, bertakwa kepada-Nya, menjalankan ketaatan-Nya serta menjauhi kemaksiatan kepada-Nya. Ia menuntut ilmu karena Allah semata, bukan untuk menjatuhkan nama baik ulama atau membodohi orang-orang yang kurang akalnya. Bukan pula untuk memalingkan perhatian orang lain kepada dirinya, bukan juga agar ia diberikan kelapangan di majelisnya, atau dilimpahkan kepadanya hadiah-hadiah, dikultuskan, dipuji-puji dengan pujian yang sebenarnya tidak layak ia dapatkan, diberikan kepuasan dari apa yang tidak tepat untuk diberikan kepadanya, sehingga dirinya bagaikan pribadi yang mengenakan pakaian palsu!!
Ulama buruk dan jelek adalah yang pandai menghiasi ucapan, piawai dalam menyampaikan ungkapan, pakar dalam orasinya, padahal sebenarnya dirinya kosong dari keutamaan. Kemunafikan telah mengisi relung hatinya sehingga meluap ke seluruh anggota tubuhnya. Orang yang dahaga mengira dirinya bagaikan air, namun ternyata kondisinya tidak lain bak fatamorgana yang ada di padang pasir.
Ia berkata dan berbuat apa yang tidak diperintahkan agama, mengikuti segala hal tanpa dasar ilmu, memaparkan apa yang ia sukai (sesuai hawa nafsu), dan membebani diri dengan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya. Ia sibuk dengan membeberkan aib orang lain dan lupa akan aibnya sendiri. Tujuannya menuntut ilmu adalah untuk mendapatkan kenikmatan dunia dan mendambakan kedudukan tertentu di mata manusia. Maka, ia tidak akan mendapatkan wanginya surga hingga air susu dapat kembali ke tempatnya, atau hingga unta bisa masuk ke lubang jarum.
Karakteristik kedua: Sedangkan ulama robbani sungguh sedikit jumlahnya di zaman ini. Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu secara langsung dari hamba-hamba-Nya, akan tetapi Dia mengambil ilmu dengan mewafatkan para ulama, sehingga apabila Dia tidak lagi menyisakan seorang alim maka orang-orang mengambil para pemimpin yang bodoh, mereka pun ditanya lalu berfatwa tanpa dasar ilmu, mereka sesat lagi menyesatkan. (Muttafaq ‘alaihi)
Karakteristik ketiga: Di antara karakteristik ulama robbani adalah, mereka jauh dari para penguasa, menjaga diri dari bercampur-baur dengan mereka. Mereka lari dari para penguasa laksana larinya orang dari penyakit kusta, agar tidak tergoda dan ketergantungan terhadap dunia, sehingga mereka menjadi tunggangan para penguasa, dibawa kemana-saja sesuai kehendak mereka, menghiasi bagi mereka hal batil sesuai dengan hawa nafsu, sungguh buruk apa yang mereka perbuatan, sungguh buruk kesudahan mereka.
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Hati-hatilah kalian dari tempat-tempat yang menggoda.” Beliau ditanya, apa itu? Ia jawab: “Pintu-pintu para penguasa, seorang dari kalian tergoda dengan penguasa lalu dengan dusta ia membenarkannya, ia berkata namun tidak sesuai dengan hakikat sebenarnya.”
Sa’id bin al-Musayyib rahimahullah berkata: “Apabila kalian melihat alim yang bercampur-baur dengan para penguasa maka hati-hatilah darinya, karena sesunggunya dia adalah penjilat.”
Sebagian ulama salaf berkata: “Sesungguhnya engkau tidak akan mendapatkan dunia mereka sedikitpun, namun mereka malah yang mendapatkan agamamu lebih baik dari itu.”
[Saya (Abu Musa al-Atsari) mengatakan: Ibnu Abdilbarr rahimahullah berkata dalam kitabnya Jami’ Bayan al-‘Ilmi wa Fadhlihi: “Yang di maksud dalam pembahasan ini adalah penguasa yang zalim lagi fasiq. Adapun penguasa yang adil lagi mulia, maka berbaur dan berkumpul dengannya serta saling membantu untuk kebaikan maka termasuk amalan kebajikan yang paling utama. Tidakkah engkau melihat bahwa Umar bin Abdul Aziz rahimahullah (seorang khalifah Bani Umayyah yang merupakan keturunan dari Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhu) dahulu bersahabat dengan banyak ulama, seperti ‘Urwah bin az-Zubair dan ulama sezaman dengannya, ‘Ibnu Syihab dan ulama yang sezaman dengan beliau.
Dahulu Ibnu Syihab bermuamalah dengan penguasa, yakni Abdul Malik, anak-anak dan penguasa setelahnya. Di antara ulama yang berbaur dengan para penguasa adalah asy-Sya’bi, Qabishah, Ibnu Dzauaib, Roja’ bin Haiwah al-Kindi, Abul Miqdam –beliau adalah ulama yang mulia-, al-Hasan, Abu az-Zinad, Malik bin Anas, al-Auza’i, asy-Syafi’i, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Apabila seorang alim sesekali hadir di sisi penguasa karena dibutuhkan, dan ia berkata kebaikan, berkata dengan ilmu dan ia pun orang yang baik, maka hal tersebut diridhai Allah hingga hari bertemu dengan-Nya. Akan tetapi semua itu adalah majelis yang secara umum mengandung banyak godaan di dalamnya, sedangkan jalan keselamatan adalah dengan meninggalkannya.”, (Jami’ Bayan al-‘Ilmi, hlm. 644, cetakan Dar Ibnul Jauzi)]
Karakteristik keempat: Di antara karakteristik alim robbani adalah, tidak terburu-buru dalam berfatwa, ia tidak mengeluarkan fatwa melainkan setelah yakin kebenarannya.
Kaum salaf dahulu saling melontarkan fatwa (yang ditujukan kepadanya kepada orang lain) hingga fatwa itu kembali kepada orang yang pertama ditanya.
Abdurrahman bin Abu Laila berkata: “Di masjid ini aku sempat bertemu dengan seratus dua puluh orang dari sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidaklah seorang dari mereka ditanya tentang sebuah hadis atau dimintai fatwa melainkan ia berharap agar saudaranya yang lain yang menjawabnya. Kemudian hingga akhirnya perkara sepert ini sampai kepada kelancangan sebagian kaum yang mengaku-ngaku berilmu pada masa sekarang ini, mereka lancang menjawab permasahalan-permasalahan yang andaisaja dilontarkan kepada mar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu niscaya beliau akan mengumpulkan para sahabat yang ikut serta pada perang Badar dan bermusyawarah dengan mereka.” Lantas bagaimana dengan para pendakwa ilmu pada masa sekarang ini?!!
Karakteristik kelima: Di antara karakteristik alim robbani adalah, berakidah dan bermanhaj dengan akidah dan manhaj kaum salafush shalih, mengagungkan sunnah, memerangi bid’ah dan para pelarisnya, mengusir mereka, membenci dan memberikan bantahan mereka. Ia loyal terhadap ahlus sunnah dan memerangi para pengekor hawa nafsu dan bid’ah, ia berjihad di jalan Allah dengan lisan dan senjata, ia tidak takut dengan celaan orang yang terus mencela.
Karakteristik keenam: Alim robbani selalu mengagungkan kaum salafush shalih (sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in), menghormati dan memuliakan mereka, serta menyanjung mereka dengan sanjungan yang sewajarnya.
Karakteristik ketujuh: Alim robbani tegas menyebarkan yang hak dan berterima kasih kepada siapa saja yang membantu untuk menyebarkan kebenaran meskipun ia lebih muda darinya atau lebih sedikit ilmunya, dan ia tidak merasa gerah dengan hal itu.
Karakteristik kedelapan: Alim robbani takut akan su`ul khatimah (kesudahan yang buruk), sehingga ia tidak berani melakukan hal batil, atau menganiaya kaum muslimin, melecehkan mereka, mencibir dan mengejek mereka dengan mata, atau menimpakan tuduhan dan bualan dusta atas nama mereka.
Karakteristik kesembilan: Alim robbani tidak bermuamalah dengan orang-orang yang kontra dengannya sebagaimana ia berhadapan dengan ular atau kalajengking, ia tali lisannya dari celaan dan ucapan pedas, dari ejekan atau aneka ragam ucapan jelek dan laknat. Akan tetapi ia membersihkan lisannya dan mensucikan hatinya. Ia memohon ampunan dari Rabb-nya dan takut akan kesudahan yang buruk.
TELADAN YANG BAIK BAGI UMAT
Alangkah butuhnya kita kepada para ulama robbaniyyin yang begitu tulus, agar mereka dapat menarik tangan umat ini menuju jalan keselamatan. Karena sesungguhnya umat amat sangat membutuhkan teladan dan contoh yang baik, yang menebarkan akhlak ulama generasi pertama, yang mana mereka telah menghiasi diri mereka dengan akhlak mulia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan akhlak beliau adalah al-Qur`an (sebagaimana dalam sebuah hadis riwayat Muslim). Sehingga umat ini dapat suci dengan dengan perantara mereka, dan kemenangan di muka bumi ini pun dapat digapai. Dan tidaklah hal itu sulit bagi Allah.