Sepuluh Sarana Istiqomah dan Teguh di Atas Agama Allah (seri 2)

20121026_102959

Pada tulisan sebelumnya telah disampaikan lima Sarana Istiqomah dan teguh di Atas Agama Allah oleh Syaikh Abdurrazzaq bin Abdulmuhsin al-Badr hafizhahumallahu. Berikut ini lima sarana sisanya. Semoga menjadi nasihat yang bermanfaat bagi kita semuanya. Amin.

KEENAM: MERENUNGI AKIBAT BURUK (DOSA) DAN BERDIRINYA SEORANG HAMBA DI HADAPAN ALLAH AZZA WA JALLA (DI AKHIRAT KELAK)

Hendaklah seorang muslim merenungi bahwa kepada Allah ta’ala semata segala sesuatu akan dikembalikan, kelak Dia akan memperhitungkan segala perbuatan hamba-hamba-Nya, lalu membalas mereka atas perbuatan yang telah mereka kerjakan di kehidupan ini. Setiap kali seorang hamba menghadirkan semua hal di atas, maka hal itu dapat membantunya untuk tetap sabar dalam beristiqomah dan teguh di atas agama Allah. Oleh karena itu Allah berfirman di dalam al-Qur`an tentang orang-orang yang diberikan kepadanya kitab dari sebelah kanannya:

فَأَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِيْنِهِ فَيَقُوْلُ هَاؤُمُ اقْرَءُوْا كِتَابِيَهْ. إِنِّيْ ظَنَنْتُ أَنِّيْ مُلاَقٍ حِسَابِيَهْ

Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”. Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. (QS. al-Haqqoh: 19-20)

Maksudnya, aku mendapatkan kitab dari sebelah kananku, sebab dahulu aku di dunia yakin bahwa diriku akan dihisab (diperhitungkan amal-amalku).

Apabila seorang hamba mengetahui bahwa dirinya akan dihisab dan ia mengingat-ingat hisab, balasan dan berdiri di hadapan Allah azza wa jalla, maka hal ini termasuk sarana terbesar untuk dapat istiqomah dan tegar di atas agama Allah tabaroka wa ta’ala.

KETUJUH: MEMBIASAKAN DIRI UNTUK MENGERJAKAN DAN MENGAMALKAN PERINTAH ALLAH

Hendaknya tujuan seseorang dalam menuntut ilmu bukan sekedar mendapat ilmu semata. Namun lebih dari itu, yaitu untuk mengamalkannya. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata:

يَهْتِفُ الْعِلْمُ بِاْلعَمَلَ وَإِنْ أَجَابَهُ وَإِلاَّ ارْتَحَلَ

Ilmu akan bersorak bila diamalkan, bila tidak, maka ia akan pergi.

Maka itu, hendaklah ia membiasakan diri untuk mengamalkan perintah-perintah Allah. Bila ia mendengar kalimat dari gurunya, mendengar nasihat dari khatib, atau mendengar peringatan dari orang alim, hendaklah ia membiasakan diri untuk mengamalkannya. Oleh karenanya Allah ta’ala berfirman:

وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوْا مَا يُوْعَظُوْنَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيْتًا

Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka). (QS. an-Nisa`: 66)

Maksudnya, membiasakan diri melaksanakan perintah Allah dapat menjadi salah satu faktor meraih keteguhan di atas agama Allah ta’ala.

Adapun bila tujuan menuntut ilmu seseorang sekedar untuk menambah pengetahuan, mengingat-ingat maklumat tersebut dan sekedar berbekal dengan ilmu semata tanpa ada keinginan untuk mengamalkannya dan menjalankan perintah-Nya, maka ilmu orang yang seperti ini akan berbuah malapetaka dan menjadi bumerang baginya.

KEDELAPAN: MEMILIH TEMAN BAIK YANG DAPAT MEMBANTU BERBUAT KEBAIKAN DAN MENCEGAHKAN DARI KEMUNGKARAN

Sehingga ia akan mengingatkan bila kita lalai, menegur bila kita bermaksiat, dan memberikan dukungan bila kita mengamalkan dan menyambut ketaatan. Allah ta’ala berfirman:

سَنَشُدُّ عَضُدَكَ بِأَخِيْكَ

Kami akan membantumu dengan saudaramu. (QS. al-Qashash: 35)

Jadi, teman yang baik dapat membantu saudaranya (untuk berbuat kebaikan). Oleh karena itu, sepatutnya seorang muslim antusias dalam mencari teman yang baik lagi istiqomah, yang dapat membantunya untuk istiqomah di atas ketaatan kepada Allah.

Dalam perumpamaan Arab disebutkan:

الصَّاحِبُ سَاحِبٌ

Artinya, seorang sahabat itu dapat menarik sahabatnya untuk berbuat apa yang ia perbuat, dapat mempengaruhi diri sahabatnya tersebut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Orang itu tergantung agama kekasihnya, maka itu hendaklah kalian memperhatikan siapa yang akan ia jadikan kekasih. (Hadis hasan riwayat Abu Dawud & at-Tirmidzi)

KESEMBILAN: BERHATI-HATI DARI SARANA-SARANA DATANGNYA FITNAH, KESESATAN DAN KEBATILAN

Dalam sebuah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan:

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلاً صِرَاطًا مُسْتَقِيْمًا وَعَلَى جَنْبَتَيْ الصِّرَاطِ سُوْرَانِ فِيْهِمَا أَبْوَابٌ مُفَتَّحَةٌ، وَعَلَى الأَبْوَابِ سُتُوْرٌ مُرْخَاةٌ، وَعَلَى بَابِ الصِّرَاطِ دَاعٍ يَقُوْلُ: أَيُّهَا النَّاسُ اُدْخُلُوا الصِّرَاطَ جَمِيْعًا وَلاَ تَتَعَوَّجُوْا، وَدَاعٍ يَدْعُوْ مِنْ جَوْفِ الصِّرَاطِ، فَإِذَا أَرَادَ يَفْتَحُ شَيْئًا مِنْ تِلْكَ الأَبْوَابِ قَالَ: وَيْحَكَ، لاَ تَفْتَحْهُ فَإِنَّكَ إِنْ تَفْتَحْهُ تَلِجْهُ، وَالصِّرَاطُ الإِسْلاَمُ وَالسُّوْرَانِ حُدُوْدُ اللَّهِ تَعَالَى وَالأَبْوَابُ الْمُفَتَّحَةُ مَحَارِمُ اللَّهِ تَعَالَى، وَذَلِكَ الدَّاعِي عَلَى رَأْسِ الصِّرَاطِ كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالدَّاعِي فَوْقَ الصِّرَاطِ وَاعِظُ اللَّهِ فِي قَلْبِ كُلِّ مُسْلِمٍ

Allah memberikan perumpamaan sebuah jalan yang lurus. Pada kedua tepi jalan itu terdapat dua pagar dengan pintu-pintu yang terbuka. Pada pintu-pintu tersebut terdapat tabir penutup, dan di ujung pintu jalan itu ada penyeru yang memanggil: Wahai manusia, masuklah ke jalan itu, janganlah menyimpang. Ada penyeru lain dari dalam jalan itu, bila ada yang hendak membuka pintu itu sedikit saja ia berseru: Celakahlah engkau, jangan kau buka, sebab bila engkau buka maka kamu akan masuk ke dalamnya. Jalan itu adalah agama Islam, dua pagar itu adalah batasan-batasan Allah ta’ala, pintu-pintu yang tersebut itu adalah hal-hal yang diharamkan Allah ta’ala, penyeru yang berada di ujung jalan itu adalah kitab Allah azza wa jalla, dan penyeru yang berada di dalam jalan itu adalah penasihat dari Allah yang ada pada hati setiap muslim. (Hadis sahih riwayat Ahmad)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Jangan kau buka (pintu itu), sebab bila kau buka maka kamu akan masuk ke dalamnya, ‘dari sini dapat kita ketahui bahwa siapa saja yang ingin selalu istiqomah dan teguh di atas jalan yang lurus, maka ia harus berhati-hati dari pintu-pintu (fitnah) ini, yang mana bila ia membuka salah satu dari pintu itu dapat mendorongnya masuk ke dalam kebatilan.

Ia tidak boleh mempertaruhkan agamanya dengan berkata, ‘aku akan membuka pintu itu untuk melihat sebentar lalu keluar,’sSebab mempertaruhkan agama merupakan salah satu sebab kebinasaan dan penyimpangan dari tegar di atas jalan Allah yang lurus.

KESEPULUH: MEMBACA SEJARAH PERJALANAN HIDUP (SIROH) NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM, PARA SAHABAT DAN GENERASI SETELAHNYA YANG MENGIKUTI BELIAU DENGAN KEBAIKAN

Sebab siroh mereka yang mulia, kisah mereka yang harum mewangi, dan kehidupan mereka yang penuh berkah lagi makmur dengan ketaatan kepada Allah, dapat menumbuhkan kecintaan. Bila seorang sudah cinta, maka ia akan mengikuti jejak mereka, kemudian orang yang mengikuti jalan mereka niscaya akan diberi taufik untuk mengerjakan segala kebaikan, dan dengan izin Allah ia akan terjaga dari segala keburukan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ وَالْحِلْمُ بِالتَّحَلُّمِ وَمَنْ يَتَحَرَّ الْخَيْرَ يُعْطَهُ وَمَنْ يَتَوَقَّ الشَّرَّ يُوْقَهُ

Sesungguhnya ilmu hanya didapat dengan belajar, dan sifat santun dapat diraih dengan membiasakannya. Barang siapa yang mencari-cari kebaikan pasti ia akan diberi, dan barang siapa yang berhati-hati dari keburukan maka ia akan dijaga darinya. (Hadis hasan riwayat al-Khatib al-Baghdadi)

Inilah sepuluh sarana yang –dengan izin Allah- dapat membantu untuk teguh dan istiqomah di atas jalan Allah azza wa jalla.

Terakhir, saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia, Rabb Pemilik ‘Arys yang Agung, dengan nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, semoga Dia meneguhkan kita di atas jalan yang lurus dan menjauhkan kita dari jalan-jalan kesesatan.

Ya Allah, tunjukanlah kepada kami jalan-Mu yang lurus dan lindungilah kami dari jalan orang-orang yang Engkau murkai dan orang-orang yang sesat, wahai Dzat Yang Maha Hidup lagi terus-menerus mengurusi makhluk-Nya, Maha Pemilik Keagungan dan kemuliaan.

Akhir kata segala puji bagi Allah.

وَصَلَّى الله وَسَلَّمَ وَبَارَكَ وَأَنْعَمَ عَلَى عَبْدِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *